Ambon,
CM Tentunya masyarakat beberapa pekan
lalu dibuat pusing apa pengadaan lahan Kantor Cabang Surabaya ada terjadi mark-
up anggaran atau tidak ?, yang menyeret tiga orang pejabat Bank Maluku,
masing-masing Jack Manuhutu, Petro
Tentua dan Idris Rorobessy dalam jeruji pesakitan yang mana kasus ini masih
bergulir dan tahap putusan di Pengadilan Tipikor Negeri Ambon, ke-tiganya di
tetapkan sebagai terpidana yang merugikan daerah dalam kasus pengadaan lahan
Kantor Cabang Surabaya. Bahkan selain ke-tiga orang pejabat bank Maluku dan
Malut, pihak ke-tiga juga ditetapkan sebagai terdakwa yang tidak lain adalah
Heintje Toisutta, yang bertindak saat itu sebagai pihak perwakilan Bank Maluku
Malut untuk proses pembayaran kepada pemilik lahan yang tidak lain adalah pihak
perusahan PT. Mutiara Cahaya Sukses, dengan objek lahan yang dibeli untuk
Kantor Cabang Surabaya terletak di jalan Raya Darmo No. 51 Surabaya. Diketahui,
awal laporan kasus pembelian Kantor Cabang Surabaya terindikasi ada mark-up
anggaran sebesar Rp 9 milliar. Namun
dalam proses perjalanan kasus ini mencuap tidak ditemukan mark-up anggaran. Dan itu dibuktikan saat OJK
(Otoritas Jasa Keuangan) dan Kejaksaan
Tinggi Maluku, jaman kepemimpinan Cuk
Suryo Sumpeno.
Namun dengan bergulirnya waktu, semakin
kuat desakan publik atas kasus pemasalahan Reverse Repo Obligasi, yang menyeret
sejumlah mantan pejabat tinggi Bank Maluku Malut antara lain, Dirk Soplanit
(Mantan Direktur Utama), Willem Patty (Mantan Direktur Pemasaran) yang
tersangkut dengan permasalahan Reverse Repo Obligasi yang merugikan Bank
Sebesar Rp. 238,5 milliar, kasus pengadaan lahan kembali mencuap ke permukaan
publik saat Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, di jabat kembali oleh Jan Maringka,
hingga kasus pengadaan lahan Kantor Cabang Surabaya ditetapkannya 4 orang
tersangka yang mana proses hukum masi berlangsung hinga kini. Bergulirnya waktu
proses kasus ini di Kejati Maluku, publik masi dibuat bingung dengan keberadaan
kasus pengadaan lahan kantor cabang Surabaya. Dimana kerugian Bank Maluku Malut
saat ini, ada yang berasumsi bahwa kerugian Bank Maluku Malut ada di transaksi
antara Heintje Toisutta dengan pimilik lahan sebesar 7 miliar lebih, namun
fakta belum dapat dibuktikan dengan objek lahan yang berbeda. Bahkan indikasi
kerugian bank Maluku Malut terjadi atas kelebihan pembayaran pajak pembelian
yang telah disetor kembali oleh pihak notaris dan di lakukan transaksi melalui
giro Bank Maluku Malut di Bank BI, dan ditarik oleh penyidik sebagai sitaan
barang bukti kerugian Bank Maluku. Bahkan dalam BAP salah satu saksi yang
menyatakan bahwa kerugian bank ada pada pembelian lahan Kantor Cabang Surabaya,
yang mana Heintje Toisutta memberikan uang kepada saksi sebesar Rp. 250 juta dan itupun tidak dapat dibuktikan bahwa uang
sebesar Rp. 250 juta dari keterangan
salah satu saksi kepada penyidik dapat dibuktikan. Penyusuran Media Citra
Maluku, ditemukan hasil audit BPK atas “laporan hasil pemeriksaan kinerja atas
efisiensi bank dan efektifitas program bank dalam rangka peningkatan
perekonomian tahun buku 2014 dan semester pertama tahun 2015 pada PT. Bank
Maluku dan Maluku Utara”, antara lain menemukan bahwa pada tahun 2014 PT. BPD
Maluku Malut mengalami kerugian-kerugian sebesar Rp. 238,5 milliar atas
investasi reverse repo fiktif. Dengan kronologis sebagai berikut, pada bulan
Oktober dan November 2014, saat jatu tempo efek-efek yang dibeli dengan janji
dijual kembali (reverse repo) PT. Andalan Artha Advisindo Sekuritas tidak dapat
membeli kembaliefek-efek dimaksud sehingga terjadi gagal bayar atau
wanprestasi. Bahkan temuan tersebut tidak terbantahkan oleh pihak PT AAA
Sekuritas.(CM-01)
Komentar