Ambon, CM
Tahun anggaran 2016 melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Badan Penilitian dan Pengembangan Pendidikan RI bantuan dana Akreditasi Sekolah/Madrasah (S/M) dan Provinsi Maluku mendapatkan bantuan senilai Rp. 2,350,600,000. Untuk 511 Sekolah/Madrasah di Provinsi Maluku. Hal ini dijelaskan Santos Walalayo Ketua DPD FADNI Maluku, kepada Citra Maluku di Ambon pekan kemarin.
“Di ketahui bahwa untuk tahun 2016 kemarin, Maluku mendapat jatah 600 Sekolah/Mardasah namun terjadi rasionalisasi anggaran sehingga Maluku hanya mendapat jatah 511 Sekolah/Mardasah dengan anggaran sebesar Rp. 2,350,600,000. Oleh Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan lewat Badan Penilitian dan Pengembagan Pendidikan RI ”tegas Walalayo.
Namun kata dia, ketika kegiatan Akreditasi dijalankan pada tahun 2016 melalui Badan Akreditas Provinsi Maluku Sekolah/Mardasah Provinsi Maluku, terindikasi telah terjadi kerugian negara.
Adapun penyebab terjadinya kerugian negara adalah pembayaran biaya visitasi para Asesor yang sengaja dipangkas oleh Julius Kesaulya yang saat itu bertindak sebagai bendahara pembantu pengeluaran dana akreditas Sekolah/Mardasah tahun 2016.
Biaya visitasi untuk seorang asesor untuk satu Sekolah/Madrasah (S/M) Rp. 2.300.000, jadi kalau seorang asesor yang memberikan visitasi 6-9 Sekolah/Madrasah (S/M), maka biaya visitasi untuk seorang asesor haruslah dikalikan dengan jumlah sekolah yang diakreditasinya, misalnya kalau mendapat jatah 6 sekolah maka seorang asesor harus dibayar 2.300.000 dikalikan dengan enam menjadi Rp. 13.800.000 begitu pula jika seorang asesor mendapat jatah 9 sekolah, maka 2.300.000 dikalikan sembilan menjadi Rp. 20.700.000.
Ternyata dalam prakteknya biaya visitasi 6 Sekolah/Madrasah (S/M) untuk satu orang asesor yang seharusnya sebesar Rp. 13.800.000, ternyata Kesaulya hanya membayar Rp. 8.000.000. jadi keselurahan biaya asesor yang dipangkas oleh Kesaulya diperkirakan berjumlah Rp. 1.456.350.000 itupun belum termasuk uang hak Pengurus Badan Akreditasi Provinsi Maluku.
“Kalau mau korupsi, korupsilah di kegiatan yang lain seperti pelatihan atau pengadaan saja, tapi janganlah mengambil hak dari keringat orang lain yang sudah bersusah payah bekerja demi kemajuan pendidikan di NKRI terkhusus di daerah yang kita cintai bersama, Maluku” Tandas Walalayo.
Sangat diherankan setiap kali para asesor mengutarakan kekesalan mengenai pembayaran biaya visitasi yang sengaja di pangkas, namun Ketua Pengurus Badan Akreditasi Provinsi Maluku Drs. John Limba tidak ada niat baik untuk menyelesaikan masalah tersebut malah terkesan para asesor yang notabene adalah bawahannya sering disalahkan. Seharusnya sebagai seorang atasan yang baik, Ia harus memanggil Bendahara pembantu Pengeluaran (BPP) saudara Kesaulya untuk meluruskan masalah ini supaya tidak berlarut-larut bukan berdiam diri dan terkesan acuh malah lebih memilih mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) dan penandatanganan MoU di Jakarta.
Untuk itu, Walalayo mengharapkan supaya pihak yang berwenang dalam hal ini pihak Kepolisian dan Kejaksaan Tinggi Maluku dapat menindak lanjuti permasalahan ini, agar biaya visitasi para asesor dapat terbayarkan dengan layak.
Junus Kesaulya saat dikonfirmasi via selulernya membantah telah memangkas biaya visitasi para asesor dan mengatakan bahwa itu semua tidak benar.(CM-01)
Tahun anggaran 2016 melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Badan Penilitian dan Pengembangan Pendidikan RI bantuan dana Akreditasi Sekolah/Madrasah (S/M) dan Provinsi Maluku mendapatkan bantuan senilai Rp. 2,350,600,000. Untuk 511 Sekolah/Madrasah di Provinsi Maluku. Hal ini dijelaskan Santos Walalayo Ketua DPD FADNI Maluku, kepada Citra Maluku di Ambon pekan kemarin.
“Di ketahui bahwa untuk tahun 2016 kemarin, Maluku mendapat jatah 600 Sekolah/Mardasah namun terjadi rasionalisasi anggaran sehingga Maluku hanya mendapat jatah 511 Sekolah/Mardasah dengan anggaran sebesar Rp. 2,350,600,000. Oleh Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan lewat Badan Penilitian dan Pengembagan Pendidikan RI ”tegas Walalayo.
Namun kata dia, ketika kegiatan Akreditasi dijalankan pada tahun 2016 melalui Badan Akreditas Provinsi Maluku Sekolah/Mardasah Provinsi Maluku, terindikasi telah terjadi kerugian negara.
Adapun penyebab terjadinya kerugian negara adalah pembayaran biaya visitasi para Asesor yang sengaja dipangkas oleh Julius Kesaulya yang saat itu bertindak sebagai bendahara pembantu pengeluaran dana akreditas Sekolah/Mardasah tahun 2016.
Biaya visitasi untuk seorang asesor untuk satu Sekolah/Madrasah (S/M) Rp. 2.300.000, jadi kalau seorang asesor yang memberikan visitasi 6-9 Sekolah/Madrasah (S/M), maka biaya visitasi untuk seorang asesor haruslah dikalikan dengan jumlah sekolah yang diakreditasinya, misalnya kalau mendapat jatah 6 sekolah maka seorang asesor harus dibayar 2.300.000 dikalikan dengan enam menjadi Rp. 13.800.000 begitu pula jika seorang asesor mendapat jatah 9 sekolah, maka 2.300.000 dikalikan sembilan menjadi Rp. 20.700.000.
Ternyata dalam prakteknya biaya visitasi 6 Sekolah/Madrasah (S/M) untuk satu orang asesor yang seharusnya sebesar Rp. 13.800.000, ternyata Kesaulya hanya membayar Rp. 8.000.000. jadi keselurahan biaya asesor yang dipangkas oleh Kesaulya diperkirakan berjumlah Rp. 1.456.350.000 itupun belum termasuk uang hak Pengurus Badan Akreditasi Provinsi Maluku.
“Kalau mau korupsi, korupsilah di kegiatan yang lain seperti pelatihan atau pengadaan saja, tapi janganlah mengambil hak dari keringat orang lain yang sudah bersusah payah bekerja demi kemajuan pendidikan di NKRI terkhusus di daerah yang kita cintai bersama, Maluku” Tandas Walalayo.
Sangat diherankan setiap kali para asesor mengutarakan kekesalan mengenai pembayaran biaya visitasi yang sengaja di pangkas, namun Ketua Pengurus Badan Akreditasi Provinsi Maluku Drs. John Limba tidak ada niat baik untuk menyelesaikan masalah tersebut malah terkesan para asesor yang notabene adalah bawahannya sering disalahkan. Seharusnya sebagai seorang atasan yang baik, Ia harus memanggil Bendahara pembantu Pengeluaran (BPP) saudara Kesaulya untuk meluruskan masalah ini supaya tidak berlarut-larut bukan berdiam diri dan terkesan acuh malah lebih memilih mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) dan penandatanganan MoU di Jakarta.
Untuk itu, Walalayo mengharapkan supaya pihak yang berwenang dalam hal ini pihak Kepolisian dan Kejaksaan Tinggi Maluku dapat menindak lanjuti permasalahan ini, agar biaya visitasi para asesor dapat terbayarkan dengan layak.
Junus Kesaulya saat dikonfirmasi via selulernya membantah telah memangkas biaya visitasi para asesor dan mengatakan bahwa itu semua tidak benar.(CM-01)
Komentar