Tim AMO Kerja “Berdarah-darah”, Pemkot tak Bantu Dana Menuju Kota Musik Dunia

Citra Maluku-Ambon .Pemerintah Pusat (Pempus) Republik Indonesia melalui Badan Ekonomi Kreatif (BE Kraf) saat ini memiliki project besar di Kota Ambon, lewat upaya mendaftarkan Ambon untuk dijadikan sebagai kota musik dunia yang ke-18 versi United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).
Berbagai upaya telah dilakukan bersama oleh BE Kraf dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, untuk mewujudkan keinginan tersebut. Melalui pembangunan infrastruktur, serta penyusunan detail program strategis yang nantinya diimplementasikan untuk menjawab berbagai kebutuhan UNESCO.
Dalam kaitan dengan itu, dibentuk Tim Perencana Ambon Menuju Kota Musik Dunia, yang bertugas menyusun detail program strategi tersebut. Tim Perencana Ambon Menuju Kota Musik Dunia itu lantas dibentuk, dengan beranggotakan para musisi dan seniman profesional di Kota Ambon.
Detail program strategi yang disusun itu, salah satunya adalah pembentukan Ambon Musik Office (AMO) yang merupakan turunan dari 25 action plan yang telah dirumuskan bersama oleh BE Kraf RI, Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, serta pihak konsultan.
“AMO terbentuk karena turunan dari action plan Ambon Menuju Kota Musik Dunia dan itu juga diperintahkan oleh UNESCO untuk dapat menustifikasi kota musik dunia. Dalam AMO sendiri ada dua struktur, yaitu satu manager dan satu staf administrasi. Tim Perencana bertindak sebagai penasehat,” kata salah satu anggota Tim Perencana Ambon Menuju Kota Musik Dunia, Rony Loppies, saat memberikan keterangan pers di Media Center Balai Kota Ambon, Senin (10/4).
Diakui, AMO sendiri dalam keberadaannya bekerja cukup keras, karena selain menyusun detail program, juga harus bisa menjawab kebutuhan-kebutuhan dari UNESCO. Dan hal itu, menurutnya, bukan suatu pekerjaan yang mudah.
“Jadi kami sering menggunakan istilah yang lebih gila, yaitu ini kerja berdarah-darah untuk Ambon Menuju Kota Musik Dunia. Karena di sadari sungguh bahwa kita punya banyak keterbatasan, tetapi kita harus bisa merubah itu menjadi peluang. Kenapa disebut seperti itu, karena kita punya kualifikasi kota musik ini sebenarnya sudah sangat diakui oleh dunia luar. Sehingga kita harus optimis bahwa Ambon sebagai kota musik dunia itu bisa tercapai. Sekarang tergantung bukan hanya AMO saja, tetapi juga pemerintah dan masyarakat untuk saling mendukung,” terang Rony.
Ketika diminta penegasan mengenai pernyataan kerja berdarah-darah, dirinya menjelaskan, itu merupakan istilah yang sangat sulit dipahami. Sebab tugas tim sendiri adalah menyusun strategi yang dibuat memiliki keterkaitan dengan BE Kraf dan UNESCO, sambil melihat kondisi lokal di Kota Ambon. Hal itu yang justru membuat kerepotan.
Dikatakan demikian, karena dikaitkan dengan kondisi Kota Ambon yang belum memiliki infrastruktur pendukung yang lengkap, tetapi untuk menjawab kebutuhan itu tim harus bisa bekerja keras untuk menghadirkan infrastruktur dengan standart yang internasional. Kemudian kerja keras lain, lanjutnya, berkaitan dengan  pengisian formulir aplikasi dari UNESCO yang terdiri dari banyak sekali pertanyaan.
“Jadi yang dimaksudkan berdarah-darah, seperti itu. Mungkin pemahaman orang lain tidak sampai berdarah-darah, tetapi AMO berdarah-darah,” jelasnya singkat.
Disinggung mengenai bantuan dari BE Kraf kepada tim untuk upaya perwujudan Ambon Menuju Kota Musik Dunia, dirinya mengaku, oleh BE Kraf hanya diberikan informasi tentang adanya draft pendirian studio musik. Kemudian terjadi pembicaraan dengan pihak BE Kraf, dan diajukan proposal. Saat ini proposal tersebut sementara berada di tangan Tim Akurasi BE Kraf. Jika disetujui, Tim Perencana Ambon Menuju Kota Musik Dunia harus mempresentasekan lagi materi pengajuan proposal itu kepada BE Kraf.
Sedangkan untuk bantuan alokasi dana dari Pemkot Ambon sendiri, belum diketahui mekanismenya seperti apa.
“(Ada alokasi dana bantuan dari Pemkot Ambon untuk AMO?) Itu kita belum tahu. (Jadi selama ini AMO kerja bakti?) Itu yang dimaksud dengan berdarah-darah. Tetapi saya mau bilang, kami bekerja untuk sesuatu yang besar seringkali bukan pikirannya ke anggaran. Kami berpikiran itu bagaimana menjaga motivasi ini supaya tetap bekerja dengan cara yang baik. Karena tidak selamanya pertanyaan itu merujuk pada apa yang kota bisa buat untuk masyarakat, tetapi apa yang kita bisa buat untuk kota ini,” tutup Rony. (CM22)

Komentar